Senin, 20 Februari 2012

berburu landak

PADANG, HALUAN—Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar me­risau­kan praktek perburuan dan penangkapan yang marak belakangan ini dilakukan masyarakat, terutama terhadap hewan-hewan yang harus dilindungi, seperti landak, rusa dan kijang, macan dahan dan beo Men­tawai. Begitu pula sikap masyarakat yang selalu mem­pe­rjualbelikan telur penyu.

Koordinator Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) BKSDA Sumbar, Rus­dian Ritonga kepada Haluan Kamis (10/2), di Padang menga­takan, rusa dan kijang terma­suk hewan yang dilindungi. Tetapi belakangan ini, cukup banyak jerat yang dipasang masyarakat untuk menang­kapnya, jumlahnya ratusan buah. Bahkan jaraknya sangat berdekatan, setiap 20 meter terdapat jerat.

“Kami menemukan hampir di sepanjang kawasan suaka alam Bukit Barisan seperti di Solok (daerah Gantung Ciri, Koto Ilalang) lalu di Padang (kawasan Batu Busuk, Belim­bing dan Lubuk Minturun) terdapat jerat rusa dan kijang. Jaraknya bahkan sangat berdekatan,” terang Rusdian.

Jerat yang cukup banyak ini dikhawatirkan juga akan mencelakai harimau. Satwa yang satu ini sudah banyak terluka bahkan sampai mati akibat dijerat penduduk. Menurut informasinya, masya­rakat melakukan perburuan rusa dan kijang untuk dijual. Tetapi BKSDA Sumbar belum mengetahui di mana dipa­sarkan.

Rusa juga termasuk ma­ka­nan harimau. Bila populasinya terus menurun karena diburu, tentunya si raja hutan juga akan kekurangan makanan.

Tak heran, bila suatu ketika harimau masuk kampung untuk mencari makan.

Aktifitas masyarakat lainnya yang dikhawatirkan BKSDA adalah berburu landak. Hewan ini juga dilindungi. Landak diburu karena bagian pencernaannya berupa geliga dapat dijadikan obat. Geliga landak ini banyak diminati dan merupakan barang ekspor.

“Kita sudah sosialisasikan kepada masyarakat dan instansi terkaot lainnya pada akhir tahun lalu, bahwa tidak boleh memburu landak,” katanya.

Proses hukum bagi pelaku

Pada bagian lain, Rusdian mengungkapkan praktek penang­kapan macan dahan dan harimau pada 2 lokasi yang berbeda pada tahun 2011 silam.

Macan dahan ditangkap masya­rakat Sijunjung. Tetapi pelaku berhasil ditangkap di Solok. Hanya saja macan dahan yang berhasil disita dari pelaku, tidak dapat diselamatkan. Sementara pelaku harus menjalani proses hukum.

Sedangkan pelaku yang menang­kap dan menembak harimau hingga mati di kawasan Pasa Usang, Kabupaten Padang Pariaman, juga harus menjalani proses hukum. Dari 5 orang pelakunya, 3 orang diketahui melakukan penembakan terhadap si raja hutan.

“Kita tidak main-main dengan praktek penangkapan dan penem­bakan hewan yang dilindungi. Pelaku harus menjalani proses hukum,” tegas Rusdian.

Sementara kasus lainnya yang mencuat tahun lalu adalah per­dagangan burung beo Mentawai. Beo Mentawai tidak termasuk hewan yang dilindungi. Hewan ini boleh diperdagangkan secara komer­sil dengan kuota tertentu.

Hanya saja, populasi Beo Men­tawai kini terus menurun sehingga perlu dijaga kelestariannya. Dan pelaku saat ditangkap membawa sedikitnya 200 ekor Beo Mentawai.

“Pelakunya tidak kita ajukan ke pengadilan, tetapi kita lakukan pembinaan saja. Sementara burung beonya kita lepas di Taman Na­sional Siberut,” kata Rusdian.

Penyu dilindungi

Kekhawatiran lain yang me­nyung­kup BKSDA adalah penjualan telur penyu yang makin meluas. Padahal penyu termasuk hewan yang dilindungi. Tetapi masyarakat tidak mau memahaminya. Pen­jualan telur penyu secara bebas setiap bulannya mencapai 5.000 butir.

Menurut Rusdian, dari 1.000 ekor tukik yang menetas hanya 10 ekor yang mampu bertahan hingga dewasa. Sebab predator tukik atau penyu ini sangat banyak. Otomatis populasinya terancam kepunahan.

Berdasarkan hasil penelitian, telur penyu mengandung kolesterol 3 kali lipat dari telur ayam., Artinya, makan telur penyu sangat membahayakan kesehatan.

“Kita menghimbau agar ma­syarakat menyadarinya, tidak lagi mengkonsumsi telur penyu. Apalagi telur penyu mengandung kolestorol tinggi,” katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar